Pentingnya Perppu Dalam Proses Pergantian Kepala Daerah Serentak

Nasional185,788 views
3 / 100

Jakarta – Pada tahun 2022 dan 2023 akan terjadi pergantian ratusan kepala daerah di seluruh Indonesia, semua komponen bangsa baik partai politik (parpol) maupun masyarakat harus tunduk terhadap UU pemilu tahun 2019, yang di antaranya tentang pemilu serentak. Karena pemilu diadakan secara serentak, maka akan ada sekitar 272 kepala daerah yang akan diganti tanpa melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) lagi.

Berarti pada masa transisi menjelang pergantian akan terjadi ‘kekosongan’ kepala daerah yang dipilih rakyat. Pergantian kepala daerah akan terjadi kembali pada tahun 2025. Masa pemilihan kepala daerah dengan pergantian 2-3 tahun masih cukup lama. Untuk mengantisipasi kekosongan di masa jabatan tersebut, Mendagri Tito Karnavian pernah menyatakan akan merujuk pada perundang-undangan yang lama, tapi semua itu nanti yang akan menetapkan adalah Presiden.

Namun sejauh ini kita belum mengetahui instrumen apa yang akan digunakan oleh Presiden terkait mekanisme pergantian kepala daerah.“Kalau saya berpendapat, dalam situasi seperti ini, instrumen yang mempunyai legitimasi politik paling tinggi bagi Presiden yaitu perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang),” ujar akademisi Universitas Muhamadyah Prof. Sri Yunanto,M.Si,P.hD, di Jakarta Selasa (15/2/2022).

Alasannya, pertama, menurut Sri Yunanto, tidak ada peraturan spesifik yang menjadi dasar pergantian kepala daerah. “Undang-undang Pemilu yang terakhir digunakan hanya mengatur pada keserentakan dan ditunjuknya pejabat, namun mekanisme penunjukkan untuk pergantiannya belum diatur,” jelas mantan staf ahli Menkopolhukam.

“Poin terpenting yang perlu diatur dalam perppu itu nantinya menurut saya memang belum ada instrumen aturan yang bisa dijadikan acuan hukum, termasuk UU Pemilu tahun 2019,” jelas Sri Yunanto.

“UU Pemilu tahun 2019 hanya mengatur tentang kesempatan dan pelaksanaan pemilukada serentak tanpa menjelaskan mekanisme pergantian kepala daerah, kewenangan pejabat pengganti sementaranya (plt), sebab jika kepala daerah pengganti yang baru tidak mempunyai legitimasi politik yang kuat maka poisinya tidak akan kuat,” paparnya.

Poin penting yang harus diatur dalam instrumen aturan tersebut harus mencakup kualifikasi atau siapa yang boleh menggantikan pejabat gubernur/bupati/ walikota, bagaimana mekanisme penggantiannya, serta hak dan kewenangan.”Serta siapa pejabat yang berhak mengangkat pilkada ‘transisi’ gubernur,wali kota maupun bupati. Kewenangan itu penting karena kalau dulu kewenangan yang dimiliki pejabat sementara (plt/plh) terbatas,” ucap Sri Yunanto.

Baik bupati, wali kota, maupun gubernur dipilih langsung oleh rakyat. Maka dia punya legitimasi yang cukup tinggi. Oleh karena itu yang menggantikannya juga yang harus mempunyai legitimasi politik yang tinggi serta dipilih oleh rakyat, siapakah dia?

“Posisi Kemendagri yang memiliki legitimasi administratif tidak memiliki legitimasi politik karena dia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Maka pemilik legitimasi politik tertinggi adalah Presiden,” katanya.”Sehingga akan lebih tepat jika yang menentukan calon kepala daerah adalah Presiden,” tegas Sri Yunanto.

Lantas bagaimana kaitannya dengan potensi konflik atau kerusuhan yang bisa saja terjadi? Kemajemukan masyarakat Indonesia membuat potensi konflik bisa saja terjadi, bisa juga tidak.”Masyarakat harus diedukasi secara politik akan legitimasi pemilihan kepala daerah yang sudah berdasar aturan (perppu),” jelasnya.

“Kepala daerah hasil dari pilkada juga harus memiliki kapabilitas yang cukup baik dan bisa menjalankan roda pemerintahan,” kata Sri Yunanto.”Sehingga yang menjadi lebih penting bagi seorang kepala daerah adalah yang bisa diterima oleh masyarakat, capable, dan prosedur yang representatif,” katanya.

“Bahwa ribut atau tidaknya,itu nanti tergantung penerimaan didaerah masing-masing. Kalau misalnya parpol, ormas, pemuda, dan mahasiswa menerima maka keributan bisa dihindari,” papar Sri Yunanto.

Perppu harus segera dikeluarkan untuk menghindari kekisruhan dalam proses menentukan kandidat kepala daerah. Aturan-aturan yang akan dibuat harus sudah sejalan dengan prinsip-prinsip akuntabilitas politik dan juga mewadahi aspirasi dari semua golongan.Secara personal kriteria calon kandidat pejabat pengganti kepala daerah, secara prinsip jelas dia harus mempunyai kemampuan leadership karena dia akan memimpin pejabat-pejabat.

“Pejabat daerah sekarang itu jangan hanya menjadi pemimpin birokrasi, tapi dia juga dituntut untuk bisa memimpin roda pemerintahan didaerah dan juga masyarakat. Karena itulah seorang kepala daerah harus mempunyai administratif leaderdhip dan politically leadership,” papar Prof.Sri Yunanto.

Syarat kandidat calon kepala daerah jangan hanya terbatas pada lingkungan Aparatur Sipil Negera (ASN). Untuk TNI/Polri aktif, Presiden pernah menyatakan untuk tidak dapat ditunjuk sebagai kandidat calon kepala daerah.Namun lain halnya jika yang bersangkutan adalah purnawirawan dan memiliki kapabilitas yang mumpuni dan diterima oleh masyarakat setempat. Untuk mempermudah Presiden dalam menentukan kandidat-kandidat kepala daerah perlu ada tim verifikasi khusus yang bisa merekomendasikannya kepada Presiden.

“Hal-hal seperti itulah nantinya harus diatur dalam perppu sebagai barometer aturan yang bisa dipakai. Karena itulah makin cepat perppu dibuat akan makin bagus,” katanya.

“Partisipasi partai politik dan tokoh-tokoh masyarakat bisa dilibatkan dalam menyampaikan aspirasi disini, tanpa harus mengerahkan massa dalam jumlah banyak, terlebih di masa pandemi ini,” jelas Sri Yunanto.

Sri juga menambahkan bahwa tugas Polri dan TNI pastinya wajib dalam menjaga keamanan dan penegakan hukum selama proses pergantian. Dalam menjaga keamana masyarakat Polri pastinya perlu bantuan TNI untuk mem-back up kerja mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *