Jakarta – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta, Andre Vincent Wenas meminta mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan dan oknum anggota DPRD periode 2014-2019 bertanggungjawab atas dugaan skandal korupsi Formula E.
Menurutnya, Anies dan DPRD dicurigai telah membacaki APBD DKI Jakarta. “Pertama tentu saja Gubernur Anies bersama oknum parlemen (DPRD DKI Jakarta) periode 2014-2019 yang menyetujui penyelenggaraan event ini.
Program yang tidak ada dalam RPJMD! Kok bisa disetujuinya diujung masa bakti DPRD DKI Jakarta kala itu? Ini sangat mencurigakan,” kata Andre, Kamis, 1 November 2022.
Sebagai gambaran, kata Andre, Gubernur Anies bersama seluruh parpol di DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 jelas mesti bertanggungjawab. Mereka adalah: PDIP, Gerindra (15 kursi), PKS (11 kursi), PD (10 kursi), PPP (10 kursi), Hanura (10 kursi), Golkar (9 kursi), PKB (6 kursi), Nasdem (5 kursi), dan PAN (2 kursi). Total 106 kursi.
“Mereka itulah yang dalam rapat banggar pada tanggal 14 Agustus 2019 telah ikut menggolkan usulan Gubernur Anies soal event Formula E, termasuk soal pembayaran commitment-fee. Padahal tak sampai dua minggu kemudian (cuma 12 hari sejak rapat banggar pada 14 Agustus 2019), yaitu pada tanggal 26 Agustus 2019, mereka pension, dan anggota DPRD DKI Jakarta yang baru bakal dilantik. Dan kita tahu bersama di situ ada parpol baru yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang akhirnya secara kritis terus-menerus mempertanyakan soal event Formula-E ini, sampai hari ini,” katanya.
Sejauh ini, Fraksi PSI, Idris Ahmad masih mempertanyakan laporan pertanggungjawaban Formula-E, ini artinya sampai pada rapat paripurna DPRD per tanggal 9 November 2022 kemarin masih belum ada kejelasan alias masih gelap.
Padahal rapat paripurna saat itu membahas tentang Raperda tentang APBD Tahun Anggaran 2023. “Sekarang sudah hampir 6 bulan setelah event Formula-E ini selesai diselenggarakan (pada Sabtu, 4 Juni 2022). Dan laporan pertanggungjawaban yang komprehensif itu belum kelar juga. Ini aneh! Sama sekali tidak profesional. Informasinya pun simpang siur,” katanya.
Disisi lain, Pj Gubernur Heru Budi Hartono mesti cuci-piring kotor yang ditinggalkan Anies Baswedan. Kalau mengacu pada berita soal commitment-fee maka Event Formula-E ini masih bakal berlangsung dua kali lagi (di 2023 dan 2024). Dan ini jadi beban berat bagi Pj Gubernur.
“Tapi sampai sekarang hampir di akhir November 2022 masih belum tampak transparansi pertanggungjawabannya. Bagaimana rincian perhitungan biaya pengeluaran dan pendapatan dari penyelenggaraan Formula E. Walau Jakpro bilang ada untung sekitar Rp 6 miliar, tapi apakah ini sudah memperhitungkan commitment-fee yang sebesar Rp 560 miliar itu? Tidak jelas,” katanya.
Adapun laporan Jakpro sesuai yang ada di ang media hanya terkesan simpang-siur. Direktur Bisnis Jakpro, Gunung Kartiko bilang adanya keuntungan sekitar Rp 6 miliar. Tapi Direktur Utama Jakpro, Widi Amanasto mengonfirmasi bahwa Jakpro memiliki hutang sebesar Rp 20 miliar untuk menyewa lahan. Namun kemudian dikoreksi, kini tersisa Rp 4,9 miliar.
“Sirkuit di Ancol itu jadi asetnya siapa? Bagaimana kualitasnya? Dan berbagai pertanyaan lain yang belum terjawab sampai sekarang. BPK mesti periksa berapa uang rakyat (APBD) yang dipakai atau terkait dengan penyelenggaraan Formula-E. Juga KAP (kantor akuntan publik) yang sedang memeriksa laporan keuangan Jakpro juga mesti segera menuntaskan auditnya. Lalu umumkan secara terbuka kepada parlemen dan rakyat,” jelasnya.