PDIP Siap Perjuangkan Keadilan Tarif bagi Pengemudi Aplikator Online

Berita58 views

Jakarta- Fraksi PDIP terutama komisi V DPR RI mengadakan FGD yang mempertemukan antara aplikator online dan pengemudi online (27/8/2025) dalam diskusi tersebut hadir perwakilan dari berbagai pihak, antara lain Garda Ojol (Igun Wicaksono, Ari Nurprianto, SH, dkk), Komunitas SPAI (Raymond, Yuli Riswati, Lily Pujiati), Asosiasi APOB (Yudy, Dodi Ilham, dkk), serta perwakilan aplikator seperti Indrive (Ryan Rwanda, Rona Pasaribu), Jogya Kita (Mirza, Gembong, Suroto), dan Josal (Rahmad Puji, Hilmi, Freddo Kredna).

Edi Purwanto, Anggota DPR RI Fraksi PDIP mengatakan perlunya aturan khusus yang memayungi transportasi online

“kami dapat banyak laporan potongan berkisar 40-50%. banyaknya potongan dari para aplikator ini disebabkan olah tidak adanya peraturan bagi aplikator dan tidak ada punishment.” ujarnya

“dari komisi V PDIP akan mendorong untuk bikin undang-undang khusus yang mengatur transportasi online” lanjutnya

Adian Napitupulu yang dijuluki “Bapak Ojol Nasional” oleh netizen tegas untuk perjuangkan potongan aplikator hanya 10%

“Begini, maksimal per hari ini, per saat ini kita meminta komisi aplikator tidak lebih dari 10 persen. All in,” tegas Adian

Lebih lanjut, Adian menyoroti persoalan kesejahteraan pengemudi yang dinilai masih memerlukan kajian mendalam. Ia mendorong pemerintah untuk segera menggelar forum diskusi terpadu (FGD) yang melibatkan semua pemangku kepentingan.

“Itu yang harusnya perlu pemerintah membuat FGD-FGD dan diskusi terbuka baik dengan Komisi Lima, maupun dengan teman-teman driver dan aplikator,” jelasnya.
Desakan pembatasan komisi ini diperkuat dengan data yang diungkap Adian.

Menurutnya, biaya operasional aplikator per transaksi (cost per action) hanya sekitar Rp204, yang sudah mencakup layanan peta dan jasa aplikasi. Fakta ini berbanding terbalik dengan komisi di atas 20% yang masih diterapkan beberapa aplikator, plus tambahan biaya sekitar Rp2.000 per transaksi.

“Artinya keuntungan aplikasi-aplikasi yang mengambil di atas 20 persen ini gede banget. Dan yang lebih menyedihkan, uangnya itu sebagian lari ke luar negeri,” tegasnya.

Adian juga mengkritik keras praktik yang dilakukan aplikator, yang menurutnya menyembunyikan data operasional sesungguhnya dari pemerintah dan DPR.

“Semua kita di-prank sama aplikator itu. Aplikator-aplikator ini yang bersembunyi di data-data yang tidak pernah mereka publis. Jadi siapa yang di-prank? Gua di-prank, DPR kena prank, driver kena, konsumen juga kena,” ungkapnya dengan nada kesal.

Sebagai solusi jangka panjang, Adian berharap agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Transportasi Online segera disusun untuk mengatur hubungan kerja, komisi, dan perlindungan sosial secara tegas

“Kita sih lebih berharap pada Undang-Undang Transportasi Online-nya ya. Tapi kita sadar bahwa memproduksi sebuah undang-undang itu tidak gampang, tidak sederhana, dan biasanya tidak cepat,” pungkasnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *